numpang nge-upload artikel buletin ipri yaa :D
Jika kita mendengar kata retorika, yang akan terlintas di benak kita mungkin tak jauh dari seni berpidato atau public speaking. Padahal definisi retorika itu sendiri ialah seni penggunaan bahasa agar bisa berkomunikasi secara efektif. Secara teori, terdapat retorika lisan dan retorika tertulis. Namun zaman pun berkembang, dan pemahaman manusia akan retorika turut menyempit menjadi seni berbicara dalam ranah komunikasi massa. Tentu saja, retorika disini tak hanya asal ceplos alias sekedar berbicara. Retorika ialah seni berbicara yang berfungsi untuk penyampaian pesan dan gagasan tertentu dengan penggunaan bahasa-bahasa persuasif (pidato, debat), maupun sarana untuk menghibur khalayak ramai dengan memakai bahasa-bahasa yang ringan (mc, kepenyiaran). Tak ingin kalah dengan grup debat anu atau klub mc anu (ehm, dilarang sebut merek yaa~), saking cintanya pada retorika, IPRI pun mewadahi hasrat dan impian para mahasiswa UM yang ingin berkiprah di empat bidang retorika tersebut, yaitu : pidato, kepenyiaran, MC, dan debat.
Pidato; dari Rakyat Jelata hingga Negarawan Ternama
Pada dasarnya pidato ialah suatu tindakan berbicara di depan publik. Pidato biasanya menggunakan gaya bahasa persuasif yang dapat mempengaruhi banyak orang. Hal tersebut harus sepenuhnya diperhatikan karena inti dari berpidato ialah menyampaikan pesan dan gagasan tertentu kepada khalayak ramai.
Hanya dengan pidato, mahasiswa-mahasiswa Indonesia di era 1998 dapat menggulingkan rezim Orde Baru yang telah mencengkeram Indonesia selama 32 tahun. Melalui pidato juga, seorang politisi seperti Adolf Hitler dapat meyakinkan rakyat Jerman bahwa ras merekalah yang paling superior dan berhak menduduki ras-ras lain di dunia.
Terkadang pidato dapat menjadi senjata yang lebih tajam daripada pedang manapun. Pada masa awal munculnya agama Islam, hal yang paling ditakuti oleh kaum Quraisy ialah ketika Nabi Muhammad berpidato menyampaikan ajaran Islam di depan masyarakat Mekkah. Kaum Quraisy khawatir bahwa pidato Nabi Muhammad akan menggerakkan masyarakat Mekkah untuk memeluk agama baru tersebut. Ketakutan mereka pun terbukti ketika masyarakat Mekkah rela berbondong-bondong hijrah mengikuti Nabi ke Madinah. Pidato jugalah yang menjadi pemicu dipenjarakannya Soekarno pada masa penjajahan Belanda. Soekarno yang menjadi terdakwa di pengadilan Belanda, nekat membacakan pidato pembelaan dirinya di depan forum sidang –pidato tersebut kemudian dibukukan dengan judul Indonesia Menggugat– yang sontak membuat pemerintah Belanda naik pitam.
Lalu bagaimana agar dapat membawakan pidato yang berpengaruh dan mampu menggerakkan banyak orang ? Pertama, pahami benar apa yang menjadi inti pidato kita. Pemahaman tersebut akan meningkatkan kepercayaan diri saat berpidato, sekaligus memberikan aura yang positif dan mengesankan publik. Kedua, penting juga untuk mengetahui kondisi psikologis penonton agar pesan dan gagasan dalam pidato dapat disampaikan dengan efektif. Sebagai tambahan, seorang orator atau penyampai pidato wajib menggunakan bahasa tubuh yang sesuai pada saat berpidato, misalnya kepalan tangan yang diiringi teriakan penuh semangat, ataupun anggukan kepala dan lambaian tangan.
Penyiar dan Bisnis Kepenyiaran di Masa Kini
Radio adalah media yanga sangat menghibur. Radio juga jadi media informasi yang efektif untuk menyampaikan informasi penting yang berguna bagi masyarakat banyak. Sejak jaman kemerdekaan radio sudah menjadi sarana informasi yang luar biasa untuk menyampaikan pesan kemerdekaan dan pesan perjuangan.
Setelah suasana nyaman selepas kemerdekaan, radio cenderung menjadi media hiburan. Terlebih ketika media informasi telah “direbut” oleh televisi dan muncul radio-radio swasta.
Di masa tahun sembilan puluhan, radio mulai berubah. Tidak hanya menjadi ajang penghibur, namun juga sudah sangat informatif. Banyak broadcaster radio yang mengenyam pendidikan broadcast di luar negeri, serta menjamurnya kursus-kursus broadcast yang sudah bersandar pada teori broadcast yang datang dari luar (terutama kiblatnya adalah Amerika). Sehingga radio di Indonesia menjadi lebih berwarna dan banyak yang mulai bebenah menjadi media jurnalistik.
Dengan peralihan pola pandang dari radio yang hanya menjadi penghibur semata menjadi media yang informatif (termasuk radio yang segmennya murni hiburan sekalipun) dan seiring dengan makin berkembangnya televisi swasta di Indonesia, tidak jarang para penyiar radio menjadikan radio sebagai batu loncatan untuk bisa menembus dunia televisi. Banyak sekali penyiar berita dan presenter TV swasta yang mengawali karir mereka dari dunia kepenyiaran radio.
Bertolak dari sini, profesi penyiar semakin banyak dilirik. Profesi penyiar memiliki kebanggaan tersendiri karena bekerja sebagai penyiar tidak hanya soal menghibur pendengar tapi juga memberi informasi, yang tentu saja diperlukan pendidikan, kecerdasan, dan skill yang bagus untuk mencapai performa kerja yang terbaik. Untuk menjadi seorang penyiar handal, diperlukan kemampuan khusus untuk memberi warna dalam setiap acara yang dibawakan oleh penyiar.
Yang dimaksud memberi warna bagi seorang penyiar adalah bisa memberikan suatu sentuhan yang menarik, kreatif, dan inovatif tanpa lepas dari arahan yang diberikan produser. Penyiar menjadi faktor penting bagi mulusnya suatu acara. Dia harus mampu menjadi pengendali yang baik dan bisa berdiri di tengah untuk memahami kemauan semua pihak akan jalannya suatu acara, baik itu manajemen, klien, maupun pendengarnya.
MC; antara Hobi dan Profesi
Seorang MC (master of ceremony) ialah seseorang yang membawakan acara yang dihadiri sekelompok orang, baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan, baik acara formal maupun non formal. Dalam sebuah acara, MC biasanya membawa dan mengarahkan acara tersebut mulai dari pembukaan, acara inti, hingga penutup. Selain itu, MC juga diharapkan dapat berinteraksi dengan audiens serta menjaga kelangsungan acara. Dalam acara formal (misalnya pernikahan atau upacara kenegaraan), MC wajib membawakan acara sesuai protokol yang telah ditentukan. Sebaliknya, MC diperbolehkan melempar joke-joke ringan untuk menghibur audiens.
Saat ini, banyak sekali orang –mulai dari kalangan remaja hingga paruh baya– yang berminat untuk terjun di dunia MC. Menjadi MC yang tadinya hanya berupa hobi ala kadarnya, kini telah berubah menjadi profesi yang bergengsi
Seiring dengan makin terkenalnya dunia public speaking di masyarakat, profesi MC pun makin digemari dan dianggap sebagai pekerjaan yang cukup menarik. Tingginya kebutuhan akan MC-MC berbakat untuk membawakan berbagai acara publik menjadi pemicu menjamurnya klub-klub MC di berbagai tempat. Dimana-mana telah didirikan lembaga kursus kilat untuk mendidik seseorang menjadi MC handal. Padahal setiap orang sebenarnya memiliki bakat untuk menjadi seorang MC handal –tentunya jika bakat tersebut terus dipupuk dan dikembangkan. Benarkah demikian ?
Pada dasarnya, seorang MC harus memiliki kemampuan berbicara. Kemampuan tersebut tentunya telah dimiliki setiap orang karena berbicara ialah salah satu bagian utama dalam berkomunikasi. Hanya saja, seorang MC harus mampu berbicara di depan publik tanpa ada rasa malu ataupun grogi. Seorang MC yang baik harus mampu menggerakkan bahkan mengendalikan emosi audiens. Untuk itulah, seorang MC membutuhkan kemampuan komunikasi yang baik agar bisa memahami kebutuhan audiens tanpa merusak jalannya acara yang ia pegang.
Perang Kata-kata Lewat Debat
Debat adalah kegiatan adu argumentasi antara dua pihak atau lebih, baik secara perorangan maupun kelompok, dalam mendiskusikan dan memutuskan masalah dan perbedaan. Secara formal, debat banyak dilakukan dalam institusi legislatif seperti parlemen, terutama di negara-negara yang menggunakan sistem oposisi. Dalam hal ini, debat dilakukan menuruti aturan-aturan yang jelas dan hasil dari debat dapat dihasilkan melalui voting atau keputusan juri.
Sedangkan debat yang pada umumnya dikenal di kalangan pelajar dan mahasiswa ialah debat kompetitif. Beberapa format yang umum digunakan dalam debat kompetisi di Indonesia antara lain British Parliamentary Debate, Australasian Parliamentary Debate, dan Asian Parliamentary Debate. Tidak seperti debat sebenarnya di parlemen, debat kompetitif tidak bertujuan untuk menghasilkan keputusan namun lebih diarahkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan tertentu bagi pesertanya, seperti kemampuan untuk mengutarakan pendapat secara logis, jelas, dan terstruktur; mendengarkan pendapat yang berbeda; dan kemampuan berbahasa asing (karena debat kompetitif pada umumnya dilakukan dengan bahasa Inggris).
Tujuan dari debat sendiri adalah upaya kedua belah pihak yang mencoba membangun suatu kasus dengan didukung oleh argumen–argumen yang mendukung kasus mereka dimana cara membuat satu argumen yang baik dan benar adalah suatu argumen selalu berdasarkan pada pertanyaan–pertanyaan dasar berupa; apa (what), mengapa (why), bagaimana (how), dan kesimpulan (conclusion). Disini selain diperlukan kemampuan berbahasa yang baik dan benar, dibutuhkan pula logika dan analogi yang benar mengenai pengetahuan-pengetahuan umum maupun kasus-kasus yang sedang merebak di masyarakat. Seorang debator juga perlu memiliki kemampuan merespon suatu masalah (rebuttal) karena dalam suatu kompetisi debat terjadi adanya proses saling mempertahankan pendapat antara kedua belah pihak.
Topik debat, atau yang biasa disebut motion, adalah suatu permasalahan umum yang terjadi di dalam masyarakat dan diketahui secara global oleh setiap orang. Dalam membuat suatu topik diperlukan adanya suatu kejelian karena pada dasarnya sebuah topik harus mengikuti analogi “Kacang di dalam kulit”, artinya suatu topik debat harus memiliki kemampuan untuk dapat dikupas atau ditelaah secara mendalam.
Yang menarik dalam dunia debat ialah kemampuan para debator untuk berpikir dan berpendapat dari dua sudut pandang yang berlawanan (positif maupun negatif) dari suatu mosi debat. Terkadang sorang debator mendapat giliran berada di pihak Government, yang artinya ia harus mampu membela mosi yang diberikan secara habis-habisan. Ada kalanya pula ia berada di pihak Opposition atau pihak lawan. Karena itulah seorang debator wajib memiliki fleksibilitas dalam berpikir alias mampu mengupas suatu mosi dari segi positif maupun negatif. Tentunya fleksibilitas berpikir tersebut akan sangat berbahaya jika dibawa ke kehidupan sehari-hari. Akibatnya, debator seringkali cenderung menganggap segala hal memiliki derajat kebaikan dan keburukan yang sama, sekaligus secara tidak sadar meyakini bahwa tidak ada kebenaran yang mutlak (seperti yang dapat dijumpai di dunia debat).
* * *