(tentang puisi cinta yang terselip di antara debu)
masih ingatkah kamu, sayangku?
janji yang pernah kau gores di tanah berbatu,
suatu waktu dulu
ketika langitmu masihlah
langit yang sama yang menaungiku,
ketika udara yang kau hirup masihlah
udara yang sama tempatku menghembus nafasku satusatu.
janjimu tentang rumah terindah,
tentang cuaca cerah dan langit merah jambu,
tentang gerimis rintikrintik dan payung warnawarni,
tentang jemarimu dan jemariku
yang mengukir nama kita di ujung bianglala.
lupakah kamu, sayangku?
pagi itu ketika jalan kita nyata bercabang,
terpecah arah dan tujuan.
ketika mimpimimpi kita kian berbeda,
terbelah harap dan kehendak.
ketika yang tersisa hanyalah jalanku
dan jalanmu,
bukan lagi jalan yang biasa kita lalui bersama.
tahukah kamu, sayangku?
setiap senja di pelataran stasiun tua,
selalu kutunggu hadirmu
menyapaku dengan senyum terindahmu,
tergesa menuruni kereta, dan
mencari wajah gelisahku di antara kerumunan.
setiap senja selalu kutunggu imajimu
sembari terkantuk di bangku plastik stasiun itu,
sembari lamat bisikkan namamu.
meski senja selalu mengkhianati harap cemasku,
tak pernah membawamu pulang kepadaku.
maka sekali ini saja, sayangku,
dengarkan bisik gemetarku,
sebelum senja menjadi terlalu gelap,
sebelum matahari tenggelam dan melenyap,
sebelum bayangku menghilang, dan
menguar bersama debu beterbangan.
dengarkan doa dan mantera yang kuucap
hanya ‘tuk pastikan bahwa
ada suatu masa ketika
langitmu telah menjadi langitku,
nafasmu telah tertambat pada nafasku.
mari, sayangku,
sandarkan bahumu pada hembus angin,
lepaskan genggam tangan kita,
lalu berpeganglah pada gugur daun yang meliuk di udara.
terbangkan mimpi kita ke langit jingga, dan
berjanjilah padaku, sayangku,
bahwa suatu saat nanti kita akan bertemu
di ujung setapak sana,
menagih cinta yang pernah kita titipkan pada Sang Nasib,
mereguk rasa yang pernah kita cicipi bersama
dahulu kala.
karena selalu ada namamu
terukir abadi di dindingdinding batu,
karena selalu ada imajimu
terlukis di kaca jendela kamarku.
karena selalu ada kamu, sayangku,
menantiku di salah satu sudut semestaNya.
jakarta, 020111
janji yang pernah kau gores di tanah berbatu,
suatu waktu dulu
ketika langitmu masihlah
langit yang sama yang menaungiku,
ketika udara yang kau hirup masihlah
udara yang sama tempatku menghembus nafasku satusatu.
janjimu tentang rumah terindah,
tentang cuaca cerah dan langit merah jambu,
tentang gerimis rintikrintik dan payung warnawarni,
tentang jemarimu dan jemariku
yang mengukir nama kita di ujung bianglala.
lupakah kamu, sayangku?
pagi itu ketika jalan kita nyata bercabang,
terpecah arah dan tujuan.
ketika mimpimimpi kita kian berbeda,
terbelah harap dan kehendak.
ketika yang tersisa hanyalah jalanku
dan jalanmu,
bukan lagi jalan yang biasa kita lalui bersama.
tahukah kamu, sayangku?
setiap senja di pelataran stasiun tua,
selalu kutunggu hadirmu
menyapaku dengan senyum terindahmu,
tergesa menuruni kereta, dan
mencari wajah gelisahku di antara kerumunan.
setiap senja selalu kutunggu imajimu
sembari terkantuk di bangku plastik stasiun itu,
sembari lamat bisikkan namamu.
meski senja selalu mengkhianati harap cemasku,
tak pernah membawamu pulang kepadaku.
maka sekali ini saja, sayangku,
dengarkan bisik gemetarku,
sebelum senja menjadi terlalu gelap,
sebelum matahari tenggelam dan melenyap,
sebelum bayangku menghilang, dan
menguar bersama debu beterbangan.
dengarkan doa dan mantera yang kuucap
hanya ‘tuk pastikan bahwa
ada suatu masa ketika
langitmu telah menjadi langitku,
nafasmu telah tertambat pada nafasku.
mari, sayangku,
sandarkan bahumu pada hembus angin,
lepaskan genggam tangan kita,
lalu berpeganglah pada gugur daun yang meliuk di udara.
terbangkan mimpi kita ke langit jingga, dan
berjanjilah padaku, sayangku,
bahwa suatu saat nanti kita akan bertemu
di ujung setapak sana,
menagih cinta yang pernah kita titipkan pada Sang Nasib,
mereguk rasa yang pernah kita cicipi bersama
dahulu kala.
karena selalu ada namamu
terukir abadi di dindingdinding batu,
karena selalu ada imajimu
terlukis di kaca jendela kamarku.
karena selalu ada kamu, sayangku,
menantiku di salah satu sudut semestaNya.
jakarta, 020111